JakartaInsideCom– Sumpah Pemuda menjadi momen penting yang lahir dari pemikiran kaum intelektual muda Indonesia, khususnya yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar–Pelajar Indonesia (PPPI). Gagasan ini diwujudkan dalam Kongres Pemuda Kedua pada 27-28 Oktober 1928, yang kemudian merumuskan tekad persatuan melalui Sumpah Pemuda. Proses menuju perumusan ini tidak terlepas dari hasil Kongres Pemuda Pertama yang telah mendorong semangat persatuan, mengatasi batas-batas kedaerahan yang sempit, dan memupuk jiwa nasionalisme.
Gedung Indonesische Clubgebouw, yang kini dikenal sebagai Museum Sumpah Pemuda, memainkan peran sentral sebagai tempat berkumpulnya para pemuda dari berbagai daerah. Gedung ini didirikan oleh Sie Kong Liong dan berfungsi sebagai pondokan pelajar serta ruang bagi pemuda untuk berdiskusi, berlatih kesenian, dan merencanakan kegiatan organisasi. Pada 1926, gedung ini menjadi kantor PPPI dan pusat redaksi majalah Indonesia Raja, media yang turut menyuarakan nasionalisme.
Abad ke-20 menandai pergeseran tatanan sosial di Hindia Belanda akibat Kebijakan Politik Etis yang memberikan akses pendidikan bagi bumiputra. Kesempatan belajar ini menumbuhkan generasi intelektual yang menyadari penderitaan sebagai bangsa terjajah. Hal ini memicu munculnya organisasi-organisasi kepemudaan seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, dan lainnya, yang walaupun berlandaskan identitas daerah, mulai memiliki kesadaran kolektif sebagai bangsa Indonesia. Di Belanda, organisasi Perhimpunan Indonesia (PI) juga berperan besar dalam membangun visi persatuan nasional melalui Manifesto Perhimpunan Indonesia pada 1925.
Kongres Pemuda Kedua yang digagas oleh PPPI dihadiri sekitar 750 peserta dari berbagai organisasi pemuda. Kongres ini berlangsung di tiga tempat berbeda dengan tiga rapat. Pada rapat pertama, Muhammad Yamin menyampaikan pidato berjudul “Persatuan dan Kebangsaan Indonesia,” yang menekankan pentingnya persatuan sebagai hasil sejarah panjang Nusantara.
Pada rapat kedua, pembahasan difokuskan pada pendidikan dan pentingnya bagi anak–anak untuk mengembangkan kebangsaan mereka. Sedangkan, pada rapat ketiga, setelah mendengar lagu Indonesia Raya yang digubah Wage Rudolf Supratman, Ketua Panitia Soegondo Djojopoespito membacakan isi Sumpah Pemuda yang kini dikenal luas:
1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku, bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Pemuda Kaum Betawi juga berperan dalam Kongres Pemuda II. Mohammad Tabrani dan Rochjani Soe’oed adalah dua tokoh yang berkontribusi penting. Tabrani dikenal sebagai tokoh pemuda sekaligus jurnalis yang aktif di surat kabar Pemandangan, yang menjadi media penting pada masa pendudukan Jepang. Sedangkan, Rochjani Soe’oed turut hadir sebagai perwakilan dalam Kongres Pemuda Kedua dan berperan besar dalam organisasi Pemuda Kaum Betawi, yang membuka pintu bagi pemuda dari berbagai daerah.
Sumpah Pemuda tak hanya menjadi tonggak sejarah, tetapi juga menjadi dasar persatuan bangsa Indonesia. Melalui semangat para pemuda pada 1928, tercipta komitmen bersama yang mengesampingkan perbedaan dan mengedepankan cita-cita persatuan yang kuat untuk kemerdekaan.