Oleh : Yanuar Catur Pamungkas (CEO .com)
JakartaInsideCom – Belakangan ini, banyak perbincangan mengenai kisah seorang mantan penjahit keliling yang kini aktif dalam konten di media sosial bernama Gunawan, atau kerap disapa dengan panggilan “Sadbor.” Setelah menjajal profesi sebagai konten kreator di media sosial, khususnya sebagai live streamer di , Sadbor pun terinspirasi untuk melibatkan kerabat-kerabatnya di Bojongkembar, .

Menurut keterangan yang disampaikan Sadbor, ia mampu memperoleh penghasilan sekitar Rp400.000 hingga Rp700.000 per hari melalui saweran dari penonton selama sesi live di . Dalam sehari, ia melakukan sesi live dari pagi hingga sore, dan terkadang juga pada hari. Keunikan joget “ patuk” yang ditampilkan bersama warga kampungnya menarik perhatian penonton untuk memberikan gift atau saweran, yang saat ini menjadi sumber pendapatan utama mereka sekaligus meningkatkan perekonomian warga .

Sebelumnya, mayoritas warga Bojongkembar di Kecamatan Cikembar, Kabupaten , Barat, berprofesi sebagai . Namun, seiring dengan popularitas joget “Sadbor” yang dipelopori oleh Gunawan, banyak warga yang beralih menjadi di . Mereka melakukan live dengan menampilkan joget khas tersebut untuk mendapatkan saweran dari penonton, yang kini menjadi sumber penghasilan utama bagi banyak warga .

Peningkatan penghasilan bagi warga Bojongkembar tentu adalah kabar baik yang patut diapresiasi. Namun, dampak jangka panjang dari alih profesi massal ini tidaklah tanpa risiko. Mayoritas warga yang saat ini mengikuti jejak Sadbor berprofesi sebagai , di mana kita tahu bahwa adalah tulang punggung ketahanan . Tidak terbayangkan jika alih profesi terjadi secara massal; kita mungkin akan menghadapi kekurangan bahan dan akhirnya bergantung pada impor dari lain, yang tentu saja berdampak buruk dalam jangka panjang.

Oleh karena itu, gegap gempita joget Sadbor ini tidak bisa kita terima mentah-mentah sebagai sebuah kebaikan. Fenomena ini mirip dengan awal kemunculan ojek yang menggiurkan banyak orang untuk menjadi pengemudi. Namun, seiring berjalannya waktu, justru penghasilan para pengemudi ojek semakin tidak menentu. Mereka yang sebelumnya memiliki pekerjaan formal dengan gaji tetap dan kini harus berjuang sebagai pengemudi demi bertahan hidup karena tidak ada pilihan lain.

Alih profesi massal ke profesi baru di era digital ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada ketahanan sebuah . Banyaknya profesi strategis yang dirasa penghasilannya tidak sebesar profesi baru ini berdampak pada ketahanan di masa mendatang. Salah satu contohnya adalah ketahanan di bidang yang akan terancam apabila jumlah terus berkurang. Apabila semakin sedikit warga yang berprofesi sebagai , maka jumlah produksi dalam negeri akan menurun. Hal ini mengakibatkan semakin bergantung pada impor untuk memenuhi , yang pada akhirnya akan meningkatkan kerentanan ekonomi dan ketahanan secara keseluruhan alias terburuknya ini akan menghadapi kelaparan massal.