JakartaInsideCom— Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD Riau untuk Konflik Lahan Masyarakat dengan Perusahaan, Marwan Yohanis, mendesak pemerintah untuk segera melaksanakan rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh Pansus. Salah satu rekomendasi utama adalah pencabutan izin operasi PT Duta Palma Nusantara, perusahaan yang dianggap telah melakukan penggarapan lahan tanpa izin resmi di kawasan hutan Riau.
“Saya harap rekomendasi ini tidak hanya berhenti pada laporan, tetapi juga diiringi dengan tindakan nyata. Saya menghargai jika rekan-rekan media terus menyuarakan masalah ini agar rekomendasi Pansus tidak sia-sia,” ujar Marwan, yang merupakan politisi dari Partai Gerindra.
Marwan menegaskan bahwa meskipun masa kerja Pansus telah berakhir, eksekusi dari rekomendasi tersebut menjadi tanggung jawab pihak eksekutif. Rekomendasi ini telah disampaikan kepada sejumlah kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Kantor Staf Presiden.
Menurut Marwan, konflik lahan antara masyarakat dan PT Duta Palma Nusantara telah berlangsung selama puluhan tahun tanpa adanya solusi yang konkret. Ia juga menyoroti bahwa penderitaan masyarakat tak lepas dari kebijakan pejabat terdahulu yang dinilai memberikan izin pengelolaan lahan secara serampangan. Akibatnya, kawasan hutan seluas 37 ribu hektare digarap oleh PT Duta Palma tanpa izin resmi.
“Kami mendesak agar tanah yang diambil oleh PT Duta Palma dikembalikan kepada masyarakat. Apabila tanah tersebut merupakan hak komunal, kembalikan kepada masyarakat, koperasi, atau kelompok tani,” tegas Marwan.
Keputusan Jaksa Agung, yang mempertegas bahwa tanah yang dirampas perusahaan harus didistribusikan sesuai peruntukannya, memberikan dukungan bagi masyarakat yang telah lama menuntut keadilan atas hak tanah mereka.
Selain konflik dengan PT Duta Palma, investigasi Pansus juga menemukan adanya masalah legalitas lahan di PT Kencana Amal Tani, yang berlokasi di Pangkalan Kasai. Menurut Marwan, perusahaan ini belum memperoleh pelepasan kawasan hutan untuk mengubah statusnya menjadi Area Penggunaan Lain (APL).
Beberapa keputusan administratif yang dikeluarkan oleh bupati selama ini tidak diikuti dengan proses pelepasan kawasan hutan, yang merupakan syarat wajib bagi perubahan status lahan.
“Keputusan-keputusan bupati memang ada, tetapi tanpa pelepasan hutan, dasar hukum keputusan tersebut bisa dipertanyakan,” ungkap Marwan. Hal ini dianggap sebagai celah yang dapat memicu persoalan hukum di masa depan.
Pengamat lingkungan mengingatkan bahwa pelepasan kawasan hutan seharusnya dilakukan dengan izin resmi serta evaluasi lingkungan yang ketat. Langkah ini penting untuk menghindari konflik kepentingan serta dampak lingkungan yang merugikan di masa depan.
“Jika lahan dialihfungsikan tanpa dasar hukum yang kuat, ini bisa menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari,” kata seorang pakar lingkungan.
Pansus DPRD Riau juga merekomendasikan agar bupati segera menyelesaikan proses legalitas lahan di Pangkalan Kasai, dengan memastikan pelepasan kawasan hutan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Langkah ini dinilai penting untuk menghindari masalah hukum lebih lanjut serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan pelaku usaha.
Masyarakat Indragiri Hulu, yang terdampak langsung oleh konflik lahan ini, menyuarakan harapan agar pemerintah pusat dapat memperjuangkan hak-hak mereka. Selama ini, masyarakat merasa hak mereka atas tanah telah terabaikan akibat kebijakan yang memihak pada perusahaan.
“Kami berharap pemerintah pusat dan daerah benar-benar memperhatikan masalah ini dan mengembalikan hak tanah kepada kami. Tanah ini adalah sumber penghidupan kami,” ungkap Perwakilan indra giri hulu jamri tumanggor Koperasi Tani Rahmat usaha
Desakan dari pemerhati lingkungan dan masyarakat sekitar terus meningkat agar pemerintah mengambil langkah tegas dan transparan dalam menegakkan hukum terkait alih fungsi hutan dan pengelolaan lahan. Temuan ini diharapkan menjadi titik awal bagi pembenahan pengelolaan lahan di Pangkalan Kasai dan wilayah-wilayah lain di Riau, agar tidak terulang kembali kasus serupa yang merugikan masyarakat setempat.