terus menunjukkan daya saing yang impresif.

Sepanjang , kontribusi non-migas dari sektor ini mencatat angka fantastis sebesar Rp 450 triliun, setara dengan 11,6% dari total .

Tidak hanya menjadi tulang punggung devisa negara, juga menyerap lebih dari 17 juta tenaga langsung dan tidak langsung.

Direktur Jenderal Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, dalam Seminar Outlook Sawit di (20/11), menyampaikan bahwa keberhasilan ini tidak terlepas dari hilirisasi yang terus dikembangkan.

“Pencapaian hilirisasi sawit terlihat pada peningkatan ragam produk hilir dan rasio bahan baku terhadap produk hilirnya,” ungkap Putu.

Hilirisasi juga mendorong pertumbuhan kawasan berbasis di luar .

Beberapa pusat baru telah berkembang di Dumai (), Sei Mangkei (), Tarjun (Kalimantan Selatan), Kotawaringin Barat (Kalimantan Tengah), dan Balikpapan (Kalimantan Timur).

Langkah ini tidak hanya mendukung pertumbuhan , tetapi juga menciptakan yang berkelanjutan.

Meski begitu, masih membayangi. , produktivitas yang menurun akibat , serta banyaknya perkebunan tua yang membutuhkan replanting menjadi perhatian utama.

Selain itu, emisi karbon dari kegiatan usaha perkelapasawitan juga perlu ditekan untuk memenuhi standar keberlanjutan .

Untuk menjawab tersebut, seperti SPPOT (Steamless-POMELess Palm Oil ) diperkenalkan.

ini mampu menghasilkan minyak sawit mentah bernutrisi tinggi, lebih hemat , rendah emisi karbon, dan minim limbah cair.

“Ini adalah langkah penting menuju produksi yang efisien dan ramah ,” kata Putu.

Dengan capaian dan yang ada, berada di persimpangan penting.

Berinvestasi pada keberlanjutan dan adalah kunci agar sektor ini tidak hanya mendukung perekonomian , tetapi juga berkontribusi dalam menjaga .