seharusnya memperjuangkan keadilan substantif, sehingga tak semata-mata sekadar mengadili hasil. Dengan begitu, di mengadili hasil, itu harus dimaknai pula sampai pada menelaah ke prosesnya

– Praktisi berharap () dapat berpijak pada keadilan substantif, pada memutuskan hasil pemilihan () 2024.

"MK seharusnya memperjuangkan keadilan substantif, sehingga tak hanya sekali sekadar mengadili hasil. Dengan begitu, pada mengadili hasil, itu harus dimaknai pula sampai pada menelaah ke prosesnya," katanya pada pernyataan ditulis dalam , Kamis.

Dia menjelaskan keadilan substantif adalah keadilan yang tersebut terkait dengan isi putusan di memeriksa, mengadili, lalu memutus suatu perkara yang tersebut harus dibuat berdasarkan pertimbangan rasionalitas, kejujuran, objektivitas, tak memihak (imparsiality), tanpa kemudian berdasarkan hati nurani (keyakinan ).

"Paling tidak ada keadilan substantif dan juga keadilan prosedural haruslah berjalan paralel," ujarnya.

Amstrong mengaku pesimis dengan hasil untuk dapat mengabulkan gugatan Tim Pemenangan (TPN) Tim yang dimaksud diketuai oleh dibantu Henry Yosodiningrat dan juga yang tersebut diketuai Ari Yusuf Amir dibantu Bambang Widjojanto kemudian .

Alasannya, pertama, secara limitatif UUD 1945 dipersepsikan secara matematis, sehingga hanya saja berwenang menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum, diantaranya pemilihan () yaitu bukan kurang lalu bukan lebih.

"Ranah cuma berhubungan dengan angka-angka," ujarnya.

Kedua, secara eksplisit Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah mengatur pelanggaran secara terstruktur, sistematis, serta masif (TSM), merupakan ranahnya Badan Pengawas pemilihan ().

Ketiga, mengenai lamanya 14 hari yang dimaksud diberikan berdasarkan norma-norma tersebut, sangat tak mungkin saja bagi untuk dapat memutuskan penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilihan umum juga duta dengan adil hanya sekali pada 14 (empat belas) hari .

Menurut dia, hal itu tentunya menimbulkan rakyat bertanya-tanya, apakah kemungkinan besar sanggup di yang pendek yang dimaksud menghasilkan kembali putusan yang mana sangat berkualitas.

Kata dia, putusan merupakan imperium sehingga bukan boleh ceroboh lalu serampangan pada memutus suatu perkara.

"Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang , yang dimaksud menyebutkan mempunyai maksimum 14 hari untuk memeriksa sebelum membacakan putusan," katanya.

Menurut dia, bagaimana dapat adu bukti apabila konstitusinya hanya dibatasi, rasanya bukan ekivalen, padahal, di ranah mengadili perselisihan hasil , ditempatkan sebagai penjaga konstitusi (the guardian of constitution).

ini disadur dari Praktisi harap MK berpijak pada keadilan substantif