JakartaInside.Com–Gelombang penolakan terhadap revisi Tentara Nasional (UU ) terus menguat.

, yang terdiri dari 186 organisasi, resmi menolak yang saat ini tengah dibahas oleh dan DPR. Untuk mempertegas tersebut, mereka menginisiasi petisi online bertajuk “Tolak Kembalinya Dwifungsi Militer melalui ” di Change.org.

Pantauan JakartaInside pada Selasa (18/3/), pukul 01.36 WIB, petisi itu sudah mengantongi lebih dari 11.800 tanda tangan dari target 15.000. Bahkan, sebanyak 10.937 orang menandatangani petisi ini hanya dalam dua hari.

Koalisi menilai yang diajukan melalui Daftar Inventarisasi (DIM) ke DPR pada 11 Maret berpotensi menghidupkan kembali praktik dwifungsi militer seperti di masa Orde Baru. Mereka menyebut tidak ada urgensi merevisi UU karena justru dapat mengancam prinsip profesionalisme militer.

“Yang seharusnya jadi prioritas adalah No. 31/1997 tentang Peradilan Militer, bukan . Ini mandat konstitusional untuk menjamin persamaan di hadapan bagi seluruh warga ,” tulis Koalisi dalam keterangan resmi mereka.

Salah satu pasal yang paling dipermasalahkan adalah perluasan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil, termasuk di lembaga-lembaga seperti dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Menurut Koalisi, hal ini bertentangan dengan prinsip militer profesional dan membuka risiko dominasi militer dalam urusan sipil. tersebut dinilai bakal mempersempit peluang warga sipil dan perempuan untuk mengisi jabatan strategis.

Selain itu, pelibatan militer dalam operasi di luar perang yang hanya berdasarkan MoU juga dikritik keras. Koalisi menegaskan bahwa sesuai Pasal 7 ayat 3 UU , pelibatan militer di luar tugas tempur harus lewat keputusan , bukan sekadar MoU antar lembaga. Jika dibiarkan, ini dinilai berpotensi menghapus kontrol sipil atas militer.

Koalisi juga menyoroti usulan pelibatan dalam penanganan narkotika. Mereka khawatir pendekatan militeristik seperti ini akan melanggengkan model “perang terhadap narkoba” yang rawan pelanggaran HAM.

“Lihat saja apa yang terjadi di di era Duterte, itu buruk,” tulis Koalisi.

Lebih parah lagi, disebut ingin menghapus peran DPR dalam menyetujui operasi militer selain perang, yang selama ini diatur sebagai keputusan .

Jika revisi ini lolos, pelibatan dalam berbagai urusan sipil seperti distribusi gas elpiji, penjagaan kebun sawit, hingga proyek strategis nasional bisa semakin masif tanpa pengawasan parlemen.

“Revisi ini hanya melegitimasi mobilisasi di ranah sipil, bahkan dalam sampai penjagaan kawasan dan ,” tegas Koalisi.

Sebaliknya, Koalisi mendesak agar dan DPR fokus pada hal-hal yang lebih penting, seperti modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista), peningkatan kesejahteraan prajurit, serta memastikan gender dalam tubuh .

Mereka juga menuntut dihapusnya hambatan struktural bagi karier militer perempuan dan terciptanya lingkungan yang aman serta bebas diskriminasi.

butuh yang profesional sebagai alat pertahanan , bukan kembali ke praktik dwifungsi ala masa lalu,” pungkas mereka dalam keterangan tertulis.