sebagai Penjaga Nilai dan Identitas

Di dalam yang terkenal seperti Imru’ al-Qais, Zuhair bin Abi Sulma, dan Labid bin Rabi’ah, kita melihat bagaimana bukan sekadar pencipta seni, tetapi juga penjaga nilai-nilai kesukuan, kehormatan, dan kehidupan mereka.

Dalam Al-Mu‘allaqāt, mereka menggambarkan kehidupan yang penuh dengan petualangan , peperangan, dan kebanggaan kesukuan—semua disampaikan melalui yang memikat dan penuh kekuatan.

seperti Labid bin Rabi’ah mengungkapkan sebagai bentuk atas keberadaan, bukan sekadar indah.

mereka adalah pembuktian diri, identitas suku, serta ekspresi yang berfungsi lebih dari sekedar seni; adalah wahyu yang hidup dalam tatanan sosial mereka.

Sebagaimana dikemukakan oleh H. Sudarmawan dalam Arab Jāhiliyyah dan , menjadi dokumen hidup yang melestarikan yang hampir tak tertulis dalam bentuk prosa atau catatan lainnya.

Sebagai Wahyu yang Mengikat Sosial

pada itu bukan hanya dilihat sebagai , tetapi sebagai wahyu sosial. Seperti yang dikatakan oleh Maksugi dalam artikelnya di Alif.id, dalam Arab pra- memiliki peran yang lebih besar: sebagai yang memuat nilai-nilai kehidupan.

menyampaikan pesan yang langsung mengikat kehidupan mereka, dari kehidupan sehari-hari hingga peristiwa besar, yang semuanya dihadirkan dalam bentuk yang abadi—bahkan jika tidak ada tulisan untuk menyaksikannya.

Dengan demikian, menjadi kitab yang hidup, diingat dalam hafalan setiap anggota suku dan diwariskan dari generasi ke generasi sebagai simbol kejayaan dan identitas mereka.

Al-Qur’an Terhadap Tradisi

Namun, kedatangan membawa besar yang mengguncang kekuatan sebagai wahyu. Al-Qur’an datang dengan wahyu yang lebih tinggi, yang tak hanya menantang kekuatan , tetapi juga mengubah paradigma terhadap wahyu itu sendiri.

yang dulunya merupakan wahyu lisan yang abadi, kini tergerus oleh keindahan dan kekuatan wahyu Al-Qur’an yang jauh lebih dalam dan tidak dapat dibandingkan dengan bentuk apa pun.

Menurut Al-Baqarah: 23, Al-Qur’an menantang umat manusia untuk menghasilkan sesuatu yang sebanding dengan wahyu ini. Di titik ini, kita menyaksikan transisi besar, di mana tradisi sebagai kitab digantikan oleh wahyu yang lebih agung.

Namun, ini bukanlah penghentian , melainkan transformasi peran dan fungsi dalam kehidupan .