Di bulan Ramadan ini, kita tidak hanya diuji untuk menahan haus dan lapar, tetapi juga diuji dalam kesabaran menghadapi dinamika sosial dan politik yang terus berkembang.
Belakangan ini, berbagai peristiwa memenuhi ruang pemberitaan, menimbulkan pertanyaan: apakah kita harus optimis atau pesimis terhadap Indonesia?
Kasus korupsi mencuat, kebijakan pemerintah menuai pro dan kontra, serta lembaga-lembaga baru mulai beroperasi tahun ini.
Seakan setiap hari, ada berita yang mengguncang opini publik dan memaksa kita untuk menentukan sikap.
Indonesia adalah negara dengan beragam perspektif. Ada yang melihatnya dengan optimisme—percaya bahwa perubahan masih mungkin terjadi.
Ada yang pesimis, menganggap korupsi dan ketidakadilan sebagai bagian dari sistem. Sementara itu, sebagian lainnya berada di tengah-tengah, menyadari realitas tetapi tetap mencari jalan untuk memahaminya secara kritis.
Pilihan ini bisa diibaratkan dengan tiga warna utama dalam memahami realitas: putih, yang melambangkan harapan dan keyakinan; hitam, yang merepresentasikan kekecewaan dan skeptisisme; serta abu-abu, yang mencerminkan ambiguitas—keraguan sekaligus harapan.
Dalam tulisan ini, kita akan membahas bagaimana ketiga warna ini dapat membantu memahami kondisi Indonesia saat ini. Apakah kita melihatnya dari sudut pandang putih, hitam, atau justru abu-abu?