JakartaInsideCom – Ribuan penghuni apartemen di Jakarta tengah menghadapi lonjakan tarif air minum yang mengejutkan. Berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 730 Tahun 2024 yang ditetapkan oleh Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pada 16 Oktober 2024, tarif air Perumda PAM Jaya melonjak drastis.
Kebijakan ini menuai gelombang protes dari warga yang merasa terbebani, terutama di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit.
Ironisnya, keputusan strategis ini dinilai melanggar aturan. Pj Gubernur seharusnya tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan besar tanpa persetujuan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 Pasal 9 ayat (2).
Sejumlah penghuni apartemen turun ke jalan menentang kebijakan ini. Aksi unjuk rasa berlangsung di depan kantor PAM Jaya, Balai Kota DKI Jakarta, dan Gedung DPRD DKI Jakarta pada 10 dan 12 Maret 2025. Mereka menuntut transparansi dan mempertanyakan legalitas keputusan tersebut.
“Kami sudah terbebani dengan biaya hidup yang tinggi, sekarang air pun makin mahal! Ini benar-benar tidak adil!” ujar Rini (34), penghuni apartemen di Jakarta Barat.
Sebelumnya, tarif air PAM Jaya mengacu pada Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 57 Tahun 2006, di mana apartemen dikategorikan sebagai hunian dengan tarif lebih rendah.
Namun, dalam keputusan terbaru, apartemen digolongkan ke dalam kelompok IV B bersama gedung komersial dan pusat perbelanjaan, dengan tarif mencapai Rp 12.550 per meter kubik (m³). Perubahan ini dinilai tidak masuk akal karena apartemen merupakan tempat tinggal, bukan bisnis komersial seperti hotel atau mal.
Selain itu, kebijakan baru ini diambil tanpa kajian ekonomi yang jelas dan tanpa sosialisasi kepada masyarakat. Hal ini berpotensi melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), terutama dalam aspek transparansi dan keadilan.
Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menilai kebijakan ini janggal dan berpotensi melibatkan kepentingan tertentu.
“Kenaikan tarif air PAM Jaya ini tidak masuk akal. Ada indikasi bahwa kebijakan ini menguntungkan pihak tertentu, sehingga bisa masuk dalam kategori dugaan korupsi,” tegas Uchok pada Jumat (14/3/2025).
CBA pun mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera memanggil Direktur Utama Perumda PAM Jaya, Arief Nasrudin, serta Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono guna mengusut kemungkinan pelanggaran hukum dalam penetapan tarif baru ini.
“Kami meminta KPK segera bertindak. Jika aturan ini diabaikan, keputusan tersebut bisa digugat dan dibatalkan. Bahkan, dalam kasus serupa, pemerintah pusat bisa membekukan kebijakan yang bertentangan dengan regulasi,” ujar Uchok.
Sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta mulai bersuara, meminta Pemprov DKI memberikan klarifikasi terkait dasar hukum kenaikan tarif air ini. Sementara itu, di media sosial, tagar #TolakKenaikanTarifAir dan #PamJayaZalim viral, dengan banyak netizen yang menyuarakan keluhan dan mendesak kebijakan ini ditinjau ulang.
Masyarakat kini menantikan langkah dari Gubernur Jakarta yang baru, Pramono Anung. Apakah keputusan ini akan tetap diberlakukan, atau justru dibatalkan? Warga Jakarta menunggu kejelasan!
Tarif Air PAM Jaya Naik Drastis, CBA Desak KPK Usut Dugaan Pelanggaran
