JakartaInsideCom – Ribuan penghuni di tengah menghadapi lonjakan tarif minum yang mengejutkan. Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 730 Tahun yang ditetapkan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Hartono pada 16 Oktober , tarif Perumda PAM Jaya melonjak drastis.

Kebijakan ini menuai gelombang protes dari warga yang merasa terbebani, terutama di tengah kondisi yang semakin sulit.

Ironisnya, keputusan strategis ini dinilai melanggar aturan. Pj Gubernur seharusnya tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan besar tanpa persetujuan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 4 Tahun Pasal 9 ayat (2).

Sejumlah penghuni turun ke jalan menentang kebijakan ini. Aksi unjuk rasa berlangsung di depan kantor PAM Jaya, Balai , dan Gedung pada 10 dan 12 Maret 2025. Mereka menuntut transparansi dan mempertanyakan legalitas keputusan tersebut.

“Kami sudah terbebani dengan biaya hidup yang tinggi, sekarang pun makin mahal! Ini benar-benar tidak adil!” ujar Rini (34), penghuni di Barat.

Sebelumnya, tarif PAM Jaya mengacu pada Keputusan Gubernur Nomor 57 Tahun 2006, di mana dikategorikan sebagai hunian dengan tarif lebih rendah.

Namun, dalam keputusan terbaru, digolongkan ke dalam kelompok IV B bersama gedung komersial dan pusat perbelanjaan, dengan tarif mencapai Rp 12.550 per meter kubik (m³). Perubahan ini dinilai tidak masuk akal karena merupakan tempat tinggal, bukan bisnis komersial seperti atau mal.

Selain itu, kebijakan baru ini diambil tanpa kajian yang jelas dan tanpa kepada . Hal ini berpotensi melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), terutama dalam transparansi dan keadilan.

Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menilai kebijakan ini janggal dan berpotensi melibatkan kepentingan tertentu.

“Kenaikan tarif PAM Jaya ini tidak masuk akal. Ada indikasi bahwa kebijakan ini menguntungkan pihak tertentu, sehingga bisa masuk dalam kategori dugaan ,” tegas Uchok pada Jumat (14/3/2025).

CBA pun Komisi Pemberantasan (KPK) untuk segera memanggil Direktur Utama Perumda PAM Jaya, Arief Nasrudin, serta Pj Gubernur Hartono guna mengusut kemungkinan pelanggaran hukum dalam penetapan tarif baru ini.

“Kami meminta KPK segera bertindak. Jika aturan ini diabaikan, keputusan tersebut bisa digugat dan dibatalkan. Bahkan, dalam kasus serupa, bisa membekukan kebijakan yang bertentangan dengan regulasi,” ujar Uchok.

Sejumlah anggota mulai bersuara, meminta memberikan klarifikasi terkait dasar hukum kenaikan tarif ini. Sementara itu, di media sosial, tagar #TolakKenaikanTarifAir dan #PamJayaZalim viral, dengan banyak yang menyuarakan keluhan dan kebijakan ini ditinjau ulang.

kini menantikan langkah dari Gubernur yang baru, Pramono Anung. Apakah keputusan ini akan tetap diberlakukan, atau justru dibatalkan? Warga menunggu kejelasan!