JakartaInsideCom – DPR RI baru saja mengesahkan revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, yang menambahkan Pasal 228A.
Revisi ini menjadi sorotan publik, terutama terkait dengan kewenangan baru yang diberikan kepada DPR untuk mengevaluasi dan merekomendasikan pemberhentian pejabat negara.
Razikin, Ketua Kesatuan Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada Kampus Jakarta, menyambut baik langkah ini sebagai upaya memperkuat fungsi pengawasan DPR.
Razikin menegaskan bahwa revisi ini merupakan langkah maju dalam memastikan pejabat publik yang diangkat melalui mekanisme politik dapat bekerja sesuai dengan amanah dan kepentingan rakyat.
“Langkah ini sejalan dengan prinsip checks and balances dalam sistem ketatanegaraan kita. DPR, sebagai wakil rakyat, harus memiliki peran lebih besar dalam memastikan pejabat negara bekerja sesuai dengan ekspektasi publik,” ujarnya kepada JakartaInsideCom melalui pesan singkat pada Kamis, (6/2).
Mekanisme evaluasi berkala yang diperkenalkan dalam revisi ini diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas pejabat negara.
Razikin menambahkan, “Jika ada pejabat yang kinerjanya buruk atau tidak memenuhi ekspektasi publik, maka wajar jika DPR sebagai lembaga legislatif memberikan rekomendasi pemberhentian.”
Namun, revisi ini tidak lepas dari kritik. Beberapa pihak menyatakan bahwa kewenangan baru ini berpotensi bertentangan dengan undang-undang sektoral dan independensi lembaga tertentu.
Menanggapi hal ini, Razikin menegaskan bahwa setiap kewenangan yang diberikan kepada DPR harus tetap berjalan dalam koridor hukum dan konstitusi.
“Revisi ini bukan serta-merta memberikan DPR kekuasaan mutlak untuk mencopot pejabat, melainkan memberikan mekanisme evaluasi yang lebih ketat. Prosesnya tetap harus mengikuti aturan yang ada,” jelasnya.
Dengan adanya revisi ini, DPR diharapkan dapat lebih optimal dalam menjalankan fungsi pengawasannya.