Mereka menemukan bahwa pasukan Ukraina bermarkas di sebelah tempat tinggal warga sehingga berpotensi menempatkan warga sipil pada ancaman serangan Rusia.
“Kami membuat penilaian ini berdasarkan aturan hukum humaniter internasional, yang mengharuskan semua pihak yang berkonflik untuk menghindari penempatan, sejauh mungkin, tujuan militer di dalam atau di dekat daerah berpenduduk padat,” demikian pernyataan Amnesty International pada Minggu (7/8).
Berikut sejumlah temuan Amnesty International:
1. Markas militer di permukiman penduduk, termasuk sekolah dan rumah sakit
2. Serangan diluncurkan dari area dengan populasi warga sipil
“Praktik militer Ukraina dalam menemukan sasaran militer di dalam wilayah berpenduduk sama sekali tidak membenarkan serangan Rusia yang membabi buta.
Semua pihak dalam konflik harus setiap saat membedakan antara tujuan militer dan objek sipil dan mengambil semua tindakan pencegahan yang layak, termasuk dalam pemilihan senjata, untuk meminimalkan kerugian sipil.
Serangan tanpa pandang bulu yang membunuh atau melukai warga sipil atau merusak objek sipil adalah kejahatan perang,” tutur Amnesty International.
Amnesty International menyadari bahwa laporannya memicu kemarahan di Ukraina. Namun, organisasi hak asasi itu menekankan tetap berdiri pada penilaiannya.
“Kami sepenuhnya mendukung temuan kami. Namun, apa yang kami dokumentasikan terkait apa yang dilakukan pasukan Ukraina membenarkan pelanggaran Rusia,” lanjut Amnesty International.
Sejak Rusia menginvasi pada bulan Februari, Amnesty mengatakan telah mewawancarai ratusan korban Ukraina yang menceritakan realitas brutal perang agresi Rusia.
“Kami telah menantang dunia untuk menunjukkan solidaritasnya terhadap Ukraina melalui tindakan nyata, dan kami akan terus melakukannya,” imbuh mereka.
Presiden Ukraina Berang
Kepala kantor Amnesty Ukraina mengundurkan diri sebagai protes. Mereka menuduh organisasi hak asasi meniru propaganda Kremlin.
Sementara, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berang dengan laporan Amnesty International. Zelensky menyebut Amnesty International telah mencoba “mengalihkan tanggung jawab dari penyerang kepada korban”.