selalu menjadi bagi banyak korporasi digital dari luar hingga lahirnya era disrupsi yang mendemokratisasi itu semua, yang menstimulan hadirnya banyak buatan negeri dari mulai , , Bukalapak hingga eFishery.

Meski di awal banyak menyingkapkan optimisme keberhasilan, namun nyatanya belakangan ini yang terjadi justru sebaliknya—semangat muda dalam membangun digital mulai bertumbangan.

Fenomena ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang membentuk perjalanan digital di .

Pada awalnya, banyak mendapat suntikan modal besar dari , memicu lonjakan pertumbuhan di sektor , fintech, edtech, hingga agritech.

Keberhasilan beberapa yang mencapai status unicorn dan decacorn semakin memperkuat optimisme akan masa depan digital .

Namun, di balik ekspansi cepat dan tinggi, banyak di antara mereka tidak mampu bertahan dalam jangka panjang.

Model yang terlalu mengandalkan strategi “bakar ,” ketatnya persaingan dengan pemain , hingga lemahnya tata kelola keuangan menjadi bumerang yang akhirnya membuat banyak gulung tikar.

Fase Keemasan: Optimisme dan Investasi Besar-Besaran

Seiring dengan berkembangnya digital, berbagai sektor seperti , fintech, edtech, dan agritech mengalami pertumbuhan pesat dengan munculnya banyak baru.

Fenomena ini diperkuat dengan dukungan dari yang memberikan berbagai inisiatif dan regulasi untuk mendorong pertumbuhan .

Selain itu, , baik maupun , menunjukkan minat besar dengan memberikan pendanaan signifikan yang memungkinkan berkembang lebih cepat.

Beberapa bahkan berhasil mencapai status unicorn ( di atas $1 miliar) dan decacorn ( di atas $10 miliar), menunjukkan potensi besar digital di air.

Keberhasilan ini sempat memberikan harapan bahwa dapat menjadi salah satu pusat inovasi digital di Asia Tenggara.

Namun, seiring berjalannya , banyak dari tersebut justru menghadapi besar yang mengancam kelangsungan mereka.

Ironi Kejatuhan: Mengapa Bertumbangan?

Meskipun pertumbuhan di sempat menunjukkan , kenyataannya banyak dari mereka akhirnya tumbang karena berbagai faktor berikut: