Otoritas dan Fatwa

Fatwa, dalam tradisi , bukan yang mengikat, namun tetap memiliki daya pengaruh luas tergantung dari otoritas yang mengeluarkannya.

Dalam hal ini, Qaradaghi—tokoh terkemuka dalam IUMS yang berbasis di Doha dan —mewakili semangat perlawanan transnasional yang kerap menabrak garis batas -bangsa.

Namun, bagi Nazir Ayyad dan lembaga-lembaga keulamaan resmi seperti Al-Azhar, semestinya hanya boleh dikeluarkan oleh melalui lembaga-lembaga yang diakui secara dan legal.

“Pada sekarang, otoritas fatwa terkait jihad ada pada dan sah, bukan dari yang tidak mewakili umat secara menyeluruh,” tegas Ayyad.

Pernyataan Ayyad seolah menandai perpecahan lama antara dua poros keulamaan: yang satu bernafas gerakan transnasional, yang lain bersandar pada stabilitas dan struktur formal.

Antara Agenda dan Kepentingan Umat
Ayyad tidak menolak hak rakyat untuk dibela. Ia bahkan menegaskan bahwa membela mereka adalah dan moral.

Namun, menurutnya, yang diambil haruslah “benar-benar melayani kepentingan rakyat , bukan menjadi agenda tertentu yang berujung pada kehancuran lebih lanjut.”

Polemik ini mencerminkan perdebatan lama di tentang siapa yang berhak berbicara atas nama umat.

Saat penderitaan rakyat terus berlangsung—dengan lebih dari 30 ribu tewas dan sipil luluh lantak— bisa menjadi harapan atau bara dalam sekam, tergantung siapa yang mendengarnya.