JakartaInsde.Com–Situasi di Timur Tengah mencapai titik kritis pada pertengahan Maret 2025, menyusul serangkaian peristiwa eskalatif yang melibatkan Serikat, , kelompok di Yaman, dan Defense Forces (IDF) di Jalur .

Dilansir dari Newsweek pada 18 Maret 2025, kelompok mengklaim telah menyerang kapal induk AS USS Harry S. Truman di Laut Merah menggunakan rudal balistik dan drone.

Meski pihak AS belum mengonfirmasi klaim tersebut, serangan itu menjadi pemicu respons militer yang lebih besar. Pada hari yang sama, AS melancarkan ke sejumlah yang dikuasai di Yaman, termasuk Hodeidah, Saada, dan Al Jawf.

Pentagon menyatakan operasi ini merupakan upaya “pertahanan diri” untuk mengantisipasi ancaman terhadap kapal militer dan perdagangan di Laut Merah, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada 19 Maret 2025.

Merespons militer AS tersebut, , Hossein Amir-Abdollahian, mengeluarkan peringatan keras.

Dalam pernyataannya di Perserikatan Bangsa-Bangsa, Iran menegaskan bahwa serangan terhadap merupakan pelanggaran hukum dan bahwa setiap tindakan agresi akan mendapatkan “konsekuensi serius”.

Peringatan ini disampaikan dalam eskalasi yang semakin memperkeruh hubungan antara Washington dan Teheran.

Sementara itu, IDF kembali melancarkan di Jalur antara 17 dan 18 Maret 2025. Menurut laporan Reuters pada 18 Maret 2025, serangan tersebut menargetkan terowongan dan pusat komando Hamas di Khan Younis, namun juga mengakibatkan kerusakan pada beberapa pemukiman sipil.

Kementerian Kesehatan Palestina di melaporkan jumlah korban mencapai lebih dari 300 orang, mayoritas di antaranya adalah warga sipil.

yang terjadi telah memperkuat aliansi kelompok Poros Perlawanan ( of Resistance) yang melibatkan Iran, Hamas di Palestina, di , di Yaman, dan Pasukan Mobilisasi Rakyat (PMF) di Irak.

Sebagaimana dilaporkan Press TV pada 18 Maret 2025, aliansi ini semakin terkoordinasi dalam mereka untuk melawan intervensi militer AS dan sekutu-sekutunya di kawasan.

Dalam pidatonya pada 17 Maret 2025, Presiden AS Donald menuduh Iran sebagai “dalang utama” di balik operasi .

“Setiap tembakan yang dilepaskan oleh akan dipandang sebagai tembakan yang berasal dari senjata dan Iran. Iran akan bertanggung jawab dan menanggung konsekuensinya, yang akan sangat berat,” ujar , dikutip dari Al Arabiya pada 18 Maret 2025.

Konsekuensi dari eskalasi ini tidak hanya dirasakan secara militer, tetapi juga mengganggu jalur perdagangan . Terusan Suez, yang menjadi jalur utama pengiriman barang dari Asia ke , mengalami penurunan lalu lintas kapal hingga 40% sejak Januari 2025.

Banyak kapal kargo terpaksa mengalihkan rute melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan, sehingga menambah pengiriman hingga 10–15 hari dan meningkatkan hingga 50%, seperti dilaporkan oleh AFP pada 18 Maret 2025.

Di tengah situasi yang semakin genting, upaya diplomatik tampak menemui jalan buntu. Sebelumnya, Presiden dikabarkan telah mengirimkan melalui Uni Emirat Arab berisi usulan baru kepada Iran, namun proposal tersebut ditolak oleh Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang menyebutnya sebagai “tipu daya Washington”.

Keseluruhan rangkaian peristiwa ini menunjukkan bahwa di Timur Tengah telah meluas, tidak hanya mencakup pertarungan di darat dan laut, tetapi juga berdampak signifikan terhadap .

Eskalasi militer dan ancaman yang saling bertumpuk antara AS, Iran, dan kelompok perlawanan proksi menimbulkan kekhawatiran atas potensi perluasan regional yang lebih besar di depan.