JakartaInside.com – Ada yang berbeda pagi ini di Islamic Centre Kota Bekasi, sebab pada Rabu (15/01/25) disana sedang diselenggarakan pertemuan para khotib dengan tema “Peran Strategis Khatib Jumat Dalam Meningkatkan Kecerdasan Umat Beragama dan Bernegara”.
Acara tersebut dibuka oleh Ketua Islamic Centre Dr. Heri Suko Martono, MBA, dalam sambutannya mengatakan “agar para Khotib dapat memberikan ceramah yang menyejukkan umat dan berharap agar Islamic Centre bisa menjadi Rumah besar Umat Islam, sehingga bagi yang ingin berkegiatan dakwah dipersilahkan menggunakan Fasilitas Islamic Centre”.
Menariknya saat diskusi tentang ‘khatib’ tersebut tercetus masalah, seperti perihal materi kotbah, kemampuan penyampaian dan kondisi jamaah.
Pemateri dalam diskusi yang dikemas dalam bentuk mudzakaroh, adalah Prof. DR. Sudarnoto Halim, beliau mengatakan khatib saat ini harus cerdas dan sekaligus mencerdaskan. Tuntutan zaman menjadikan peran strategis khatib harus selalu mengembangkan diri dan memperluar pengetahuan,
Diskusi yang moderatori Almutawakkil menghadirkan para khatib yang bertugas di Masjid Nurul Islam KH. Noer Alie, Islamic Center. Khatib berasal dari beberapa organisasi keagamaan.
Dalam intermezonya Prof. Sudarnoto mengatakan, bahkan saat ini ada khatib yang hanya memiliki satu materi untuk khutbah dan disampaikan dari masjid ke masjid yang berbeda. Khotib tidak kreatif ini biasanya terjadwal keliling di masjid–masjid sehingga hanya satu-dua materi yang disiapkan.
Dimisalkan kondisi terkini keagamaan juga harusnya difahami oleh para khatib. Dengan bahasa yang tepat pengetahuan itu segera disampaikan ke umat.
“Saat ini, masyarakat sangat rentan kepada informasi hoaks. Kalau sudah viral, maka seolah sudah dijadikan patokan. Bahkan lucunya disampaikan dalam khutbah,” katanya.
Khatib juga harus update. Namun sumbernya yang disampaikan harus jelas. Seperti ilmu hadits, bagaimana itu hadits sohih atau maudhu.
Saya pernah, katanya, mengalami saat ikut jumatan khatibnya demikian berapi-api menghina dan menghujat seseorang. Jamaah mungkin dianggapnya setuju semua karena diam. “Selesai khutbah saya ajak dialog. Itu sumber dari mana? Dia menyebut gurunya yang bilang. Lah, saya itu kenal dengan yang anda bicarakan. Pernah kuliah bareng. Dan di rumah saya ada banyak bukunya. Dan semua tidak ada yang seperti yang anda sampaikan,” katanya.
Profesor guru besar di IAIN Syarif Hidayatullah ini juga mengakui saat ini ada tren ustadz yang kurang memiliki pengetahuan yang memadai. Sehingga penting, jika khatib dimulai harus memiliki kemampuan sehingga tidak asal-asalan.
Dalam dialog juga disampaikan sejumlah kebiasaan para khatib yang masih suka panjang saat berkhutbah. Seperti halnya materi harus disampaikan semua sehingga jamaah mengantuk.
Ketua Pengurus Islamic Centre berharap agar acara mudzakarah seperti ini bisa jadi sarana untuk saling mengingatkan para khotib dalam berkhotbah.