– Konferensi Mineral Kritis (KNMKI) yang berlangsung pada 9-10 Oktober 2024 menghasilkan komunike bersama yang mendesak seluruh pemangku kepentingan di sektor mineral kritis, terutama nikel, untuk mengutamakan bagi kelompok-kelompok sosial yang marjinal, serta tata kelola lingkungan dan sosial yang berkelanjutan. Komunike ini juga disampaikan kepada yang akan dilantik pada 20 Oktober mendatang, agar hilirisasi nikel tidak hanya difokuskan pada pertumbuhan , namun juga mempertimbangkan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.

Linda Rosalina, Ketua Panitia dan Direktur Eksekutif Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK INDONESIA), menegaskan bahwa hilirisasi nikel seharusnya menjadi langkah strategis untuk menciptakan lapangan yang layak, bukan sekadar keuntungan semata. “Kami mendesak pemerintah untuk mendengar langsung warga terdampak dan segera mengambil langkah nyata dalam merumuskan yang inklusif dan bertanggung jawab,” tegasnya.

KNMKI menyoroti minimnya perhatian pemerintah terhadap dampak lingkungan dari sektor nikel, termasuk emisi karbon dan kerusakan . Koalisi ResponsiBank Indonesia mengkritik masifnya pembiayaan sektor ini tanpa memperhitungkan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Herni Ramdlaningrum dari Koalisi ResponsiBank menyatakan, “ harus mendukung praktik pembiayaan yang bertanggung jawab dan menghormati serta pelestarian lingkungan.”

Tata kelola sektor nikel yang lemah, terutama di tingkat , juga menjadi perhatian. UU Minerba 2020 dan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta semakin mempersempit ruang gerak sipil dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan tambang nikel. Meliana Lumbantoruan, Deputi Direktur PWYP Indonesia, mengatakan bahwa pemerintah harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, serta menjamin keterlibatan sipil dalam pengawasan industri.

KNMKI juga menyoroti dampak negatif terhadap pekerja di sektor nikel. Wasi Gede dari INKRISPENA mengungkapkan bahwa pendekatan kesejahteraan tidak dapat berjalan berdampingan dengan pendekatan militeristik dan kekerasan yang masih digunakan dalam menyelesaikan konflik di industri nikel. Selain itu, Richard dari Yayasan Tanah menyebutkan bahwa standar dan Keselamatan (K3) di industri ini sangat minim, sehingga menyebabkan pekerja rentan terhadap akibat .

Selain dampak , lokal yang tinggal di sekitar tambang sering kali tidak merasakan manfaat dari industri ini. Pendapatan perusahaan jauh melebihi kontribusi mereka terhadap kesejahteraan , yang sering kali harus menanggung dampak sosial dan negatif akibat aktivitas tambang.

Aktivitas tambang nikel juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, seperti deforestasi, pencemaran , dan punahnya keanekaragaman hayati. Ahmad Ashov Birry dari menyatakan bahwa praktik eksploitasi mineral kritis tanpa batas memperburuk dan biodiversitas yang sudah dihadapi saat ini.

sekitar tambang juga menghadapi yang semakin serius. seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), , dan sanitasi yang buruk semakin banyak dialami warga, terutama anak-anak. “Praktik greenwashing di industri nikel sudah terjadi secara masif, sementara kerusakan lingkungan dan diabaikan,” ungkap Richard dari Yayasan Tanah .

KNMKI mendesak pemerintah dan perusahaan untuk segera mengambil langkah nyata dalam memperbaiki tata kelola sektor nikel agar dampak sosial, , dan lingkungan bisa diminimalisir.