– Konferensi Mineral Kritis Indonesia (KNMKI) yang berlangsung pada 9-10 Oktober menghasilkan komunike bersama yang mendesak seluruh pemangku kepentingan di sektor mineral kritis, terutama , untuk mengutamakan hak asasi bagi kelompok-kelompok sosial yang marjinal, serta tata kelola lingkungan dan sosial yang berkelanjutan. Komunike ini juga disampaikan kepada pemerintahan Prabowo-Gibran yang akan dilantik pada 20 Oktober mendatang, agar hilirisasi tidak hanya difokuskan pada , namun juga mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Linda Rosalina, Ketua Panitia dan Direktur Eksekutif Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK INDONESIA), menegaskan bahwa hilirisasi seharusnya menjadi langkah strategis untuk menciptakan lapangan yang layak, bukan sekadar keuntungan semata. “Kami mendesak pemerintah untuk mendengar langsung warga terdampak dan segera mengambil langkah nyata dalam merumuskan yang inklusif dan bertanggung jawab,” tegasnya.

KNMKI menyoroti minimnya perhatian pemerintah terhadap dampak lingkungan dari sektor , termasuk emisi karbon dan kerusakan ekosistem. Koalisi ResponsiBank Indonesia mengkritik masifnya pembiayaan sektor ini tanpa memperhitungkan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Herni Ramdlaningrum dari Koalisi ResponsiBank menyatakan, “ harus mendukung praktik pembiayaan yang bertanggung jawab dan menghormati hak asasi serta pelestarian lingkungan.”

Tata kelola sektor yang lemah, terutama di tingkat daerah, juga menjadi perhatian. UU Minerba 2020 dan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta semakin mempersempit ruang gerak masyarakat sipil dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan tambang . Meliana Lumbantoruan, Deputi Direktur PWYP Indonesia, mengatakan bahwa pemerintah harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, serta menjamin keterlibatan masyarakat sipil dalam pengawasan industri.

KNMKI juga menyoroti dampak negatif terhadap pekerja di sektor . Wasi Gede dari INKRISPENA mengungkapkan bahwa kesejahteraan tidak dapat berjalan berdampingan dengan militeristik dan kekerasan yang masih digunakan dalam menyelesaikan di industri . Selain itu, Richard dari Yayasan Tanah menyebutkan bahwa standar dan Keselamatan (K3) di industri ini sangat minim, sehingga menyebabkan pekerja rentan terhadap akibat .

Selain dampak , masyarakat lokal yang tinggal di sekitar tambang sering kali tidak merasakan dari industri ini. Pendapatan perusahaan jauh melebihi kontribusi mereka terhadap kesejahteraan masyarakat, yang sering kali harus menanggung dampak sosial dan negatif akibat aktivitas tambang.

Aktivitas tambang juga menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah, seperti deforestasi, pencemaran , dan punahnya keanekaragaman hayati. Ahmad Ashov Birry dari Asia menyatakan bahwa praktik eksploitasi mineral kritis tanpa batas memperburuk iklim dan biodiversitas yang sudah dihadapi saat ini.

Masyarakat sekitar tambang juga menghadapi yang semakin serius. seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), , dan sanitasi yang buruk semakin banyak dialami warga, terutama anak-anak. “Praktik greenwashing di industri sudah terjadi secara masif, sementara kerusakan lingkungan dan masyarakat diabaikan,” ungkap Richard dari Yayasan Tanah .

KNMKI mendesak pemerintah dan perusahaan untuk segera mengambil langkah nyata dalam memperbaiki tata kelola sektor agar dampak sosial, , dan lingkungan bisa diminimalisir.