JakartaInsideCom– Kasus dugaan pemerasan oleh seorang Warga Negara Asing (WNA) bersama istrinya terhadap vendor furniture di Bali mulai mengemuka. Kasus ini berawal ketika DB, seorang vendor furniture, mendapatkan pesanan dengan perjanjian pembayaran termin empat kali. Namun, pembayaran hanya dilakukan sekali di awal proyek, meskipun pekerjaan telah mencapai 90% penyelesaian.
Kuasa hukum DB, Adhe Ratnasari, menuturkan bahwa seharusnya kliennya menerima empat kali pembayaran sesuai kesepakatan awal. “Pembayaran yang dijanjikan hanya dilakukan sekali, padahal klien saya sudah menyelesaikan hampir 90% pekerjaan,” kata Adhe Escobar.
Alih-alih menyelesaikan pembayaran, pihak WNA dan istrinya justru melayangkan somasi kepada DB, menuduh keterlambatan penyelesaian dan menjatuhkan denda senilai Rp89 juta. “Ini jelas pemerasan. Nilai pesanan mereka sekitar Rp70 juta lebih, tapi mereka menuntut denda yang jauh lebih besar ketimbang sisa pembayaran yang belum mereka lunasi,” ujar Adhe.
Sebagai respons, Adhe dan timnya telah melakukan perjalanan ke Bali untuk melayangkan somasi balasan serta bersiap mengambil langkah tegas. Mereka juga mempertimbangkan untuk melaporkan dugaan pemerasan ini ke pihak berwenang jika tidak ada itikad baik dari pihak WNA tersebut. “Jika perlu, kami juga akan berdiskusi dengan pihak pemerintah dan organisasi masyarakat untuk memastikan agar perusahaan tersebut tidak bertindak semena-mena terhadap vendor-vendornya,” tegas Adhe.
Kasus ini mendapat perhatian karena praktik yang diduga merugikan vendor lokal serta potensi ketidakseimbangan dalam perlakuan terhadap pihak lokal dan asing di Bali.