Jakarta – Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, memprediksi putusan para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa pilpres tak akan sejumlah mengubah kondisi ketika ini.
Menurut dia, belum ada sejarahnya putusan MK membatalkan hasil pemilu, memerintahkan pilpres ulang, atau mendiskualifikasi calon dalam pilpres.
“(Hal tersebut) tak pernah terbentuk di pilpres kita. Jadi rasa-rasanya sengketa hasil pilpres di dalam MK tak akan sejumlah mengubah apapun,” ujar Adi ketika dihubungi, Ahad, 14 April 2024.
Saat ini, kata Adi, umum mengawasi putusan hakim MK tak sanggup dilepaskan dari aspek politis, teristimewa kaitannya dengan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang persyaratan minimal usia capres-cawapres. “Wajar jikalau sengketa hasil pemilihan umum dalam MK pada waktu juga dikaitkan dengan unsur politik,” tuturnya.
Tapi, setelahnya ketua MK diganti, pengamat kebijakan pemerintah itu mengklaim kepercayaan masyarakat ke MK mulai bangkit kembali. “Banyak putusan MK yang diapresiasi publik. Misalnya tentang ambang batas parlemen yang diturunkan, diantaranya penghapusan pasal karet terkait pencemaran nama baik,” ucapnya.
Karena itu, masyarakat berharap putusan yang digunakan dikeluarkan MK terkait sengketa hasil Pilpres 2024 harus objektif dan juga memenuhi rasa keadilan hukum. “Kuncinya objektif lalu integritas demi menyelamatkan demokrasi,” kata dia.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi telah terjadi menyelesaikan sidang pemeriksaan pada perkara PHPU atau sengketa pilpres 2024 pada Jumat, 5 April 2024. Sebelum membacakan putusannya pada Senin, 22 April nanti, MK akan mengadakan rapat permusyawaratan hakim (RPH) formal besok, Selasa, 16 April 2024.
Sementara untuk pada waktu ini, para hakim konstitusi berada dalam melakukan pendalaman secara menyeluruh terhadap hasil persidangan yang digunakan telah terjadi diselenggarakan sejak 27 Maret hingga 5 April itu.
Pada sidang PHPU terakhir, MK menghadirkan empat menteri kabinet Presiden Jokowi sebagai saksi terkait tuduhan politisasi bantuan sosial pada perselisihan Pilpres 2024. Menteri yang dimaksud hadir yakni Menkeu Sri Mulyani, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Mensos Tri Rismaharini.
Sengketa Pilpres 2024 melibatkan dua pemohon, yaitu 01 Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar sebagai pemohon pertama juga 03 Ganjar Pranowo–Mahfud MD sebagai pemohon kedua. Kedua kubu mengajukan gugatan yang serupa, yaitu mendiskualifikasi Pasangan Calon nomor urut 2, Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka, lalu meminta-minta penyelenggaraan ulang Pilpres tanpa pasangan tersebut.
Adanya dugaan politisasi bansos merupakan salah satu poin utama di gugatan perselisihan Pilpres yang tersebut diajukan oleh pasangan Anies-Muhaimin serta Ganjar-Mahfud ke MK. Gugatan yang disebutkan yakni nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang mana diajukan oleh kubu 01 Anies-Muhaimin, juga nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 yang digunakan diajukan oleh kubu 03, Ganjar-Mahfud.
ADINDA JASMINE | AMELIA RAHIMA
Artikel ini disadur dari Pengamat Sebut Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Tak akan Mengubah Kemenangan Prabowo-Gibran