JakartainsideCom–Saat Presiden Prabowo Subianto melawat ke Timur Tengah untuk membangun hubungan strategis di kawasan, sejumlah menteri justru terlihat mendatangi kediaman Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, di Solo.
Fenomena ini mengundang sorotan tajam dari pengamat politik, Rocky Gerung, yang mempertanyakan dinamika kekuasaan di balik pertemuan tersebut.
“Pertanyaannya sangat mendasar: kenapa Presiden Prabowo ke luar negeri, tapi beberapa menteri malah ke Solo menemui Pak Jokowi?” ujar Rocky, sebagaimana dikutip dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Minggu (13/4).
Bagi Rocky, peristiwa itu tidak sekadar kunjungan biasa. Ia melihat dua kemungkinan. Pertama, bahwa Jokowi sendiri yang memanggil para menteri untuk mendapatkan informasi strategis, terutama terkait pembicaraan antara Prabowo dan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri—isu yang menurutnya tak lepas dari wacana reshuffle kabinet.
“Kemungkinan besar Jokowi ingin tahu isi pembicaraan antara Prabowo dan Ibu Mega. Dugaan paling logis ya soal kabinet. Bukan hal lain,” tegasnya.
Kemungkinan kedua, lanjut Rocky, adalah manuver simbolik dari para menteri untuk menunjukkan kesetiaan politik—bahwa meski jabatan presiden telah berganti, orientasi politik mereka masih berpulang pada Jokowi.
“Ini bentuk pengabdian simbolik. Mereka seakan berkata: kami masih menganggap Jokowi sebagai pemimpin moral atau guru politik,” ujarnya.
Pernyataan sejumlah menteri yang masih menyebut Jokowi sebagai “bos” mempertebal tafsir Rocky. Dalam sistem politik Indonesia yang sarat patronase, penggunaan istilah tersebut bukan sekadar bahasa hormat, tapi kode afiliasi kekuasaan.
Diketahui sejak awal pekan, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menko Pangan Zulkifli Hasan, dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, tercatat telah menemui Jokowi. Namun hingga kini, tak satu pun pertemuan disertai keterangan resmi.
Ketiadaan transparansi publik ini membuka ruang spekulasi tentang siapa yang sesungguhnya memegang kendali—Prabowo sebagai presiden aktif, atau Jokowi sebagai figur bayangan yang masih memainkan pengaruh besar dalam arsitektur kekuasaan nasional.
“Yang menarik bukan hanya siapa yang hadir, tapi kapan mereka hadir—yakni saat pemegang kekuasaan formal sedang berada di luar negeri,” tutup Rocky.