–Saat Presiden melawat ke Timur Tengah untuk hubungan strategis di kawasan, sejumlah justru terlihat mendatangi kediaman Presiden ke-7 RI, , di .

Fenomena ini mengundang sorotan tajam dari , , yang mempertanyakan dinamika kekuasaan di balik pertemuan tersebut.

“Pertanyaannya sangat mendasar: kenapa Presiden ke luar negeri, tapi beberapa malah ke menemui Pak ?” ujar Rocky, sebagaimana dikutip dalam kanal Official, Minggu (13/4).

Bagi Rocky, peristiwa itu tidak sekadar kunjungan biasa. Ia melihat dua kemungkinan. Pertama, bahwa sendiri yang memanggil para untuk mendapatkan informasi strategis, terutama terkait pembicaraan antara dan Ketua Umum , —isu yang menurutnya tak lepas dari wacana .

“Kemungkinan besar ingin tahu isi pembicaraan antara dan Ibu Mega. Dugaan paling logis ya kabinet. Bukan hal lain,” tegasnya.

Kemungkinan kedua, lanjut Rocky, adalah manuver simbolik dari para untuk menunjukkan kesetiaan —bahwa meski jabatan presiden telah berganti, orientasi mereka masih berpulang pada .

“Ini bentuk pengabdian simbolik. Mereka seakan berkata: kami masih menganggap sebagai moral atau ,” ujarnya.

Pernyataan sejumlah yang masih menyebut sebagai “bos” mempertebal Rocky. Dalam Indonesia yang sarat patronase, penggunaan istilah tersebut bukan sekadar hormat, tapi kode afiliasi kekuasaan.

Diketahui sejak awal pekan, Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, Budi Gunadi Sadikin, , dan ESDM Lahadalia, tercatat telah menemui . Namun hingga kini, tak satu pun pertemuan disertai keterangan resmi.

Ketiadaan transparansi ini membuka ruang spekulasi tentang siapa yang sesungguhnya memegang kendali— sebagai presiden aktif, atau sebagai figur bayangan yang masih memainkan pengaruh besar dalam arsitektur kekuasaan .

“Yang menarik bukan hanya siapa yang hadir, tapi kapan mereka hadir—yakni saat pemegang kekuasaan formal sedang berada di luar negeri,” tutup Rocky.