JakartaInsideCom– Kepemimpinan Gubernur Jakarta Pramono Anung dihadapkan pada ujian besar dalam memberantas korupsi yang telah lama menggerogoti anggaran daerah. Sejumlah kasus korupsi bernilai fantastis terus terungkap, termasuk di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta.
Center For Budget Analysis (CBA) dan Kerukunan Orang Betawi (KERABAT) menyerukan aksi nyata dalam #GerakanBersih-BersihJakarta untuk menekan praktik korupsi yang merugikan masyarakat.
Direktur CBA, Uchok Sky Khadafi, menyoroti skandal korupsi di Dinas Kebudayaan Jakarta yang baru-baru ini dibongkar Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Dalam kasus ini, Kepala Dinas Kebudayaan bersama dua tersangka lainnya terjerat dugaan korupsi Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif dengan nilai kerugian mencapai Rp150 miliar.
“Ini mencoreng citra Pemprov Jakarta dan menunjukkan betapa dalamnya praktik korupsi yang terjadi. Saatnya Gubernur Pramono Anung bersikap tegas dan menunjukkan komitmen nyata dalam memberantas korupsi,” ujar Uchok Sky, Senin (17/3/2025).
Uchok menegaskan bahwa perang melawan korupsi tidak boleh berhenti pada pernyataan belaka. Langkah konkret harus segera diambil agar pejabat Pemprov dan pelaku usaha berpikir dua kali sebelum menyalahgunakan anggaran.
“Kami mendesak agar tidak ada ruang bagi pejabat yang ingin memperkaya diri dengan merampok uang negara. Jakarta membutuhkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan berintegritas,” tegasnya.
Menurutnya, langkah strategis yang harus dilakukan mencakup peningkatan pelayanan publik, efisiensi anggaran, serta inventarisasi aset Pemprov untuk mengoptimalkan pendapatan. Selain itu, restrukturisasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dinilai penting untuk mencegah penyimpangan anggaran.
“Korupsi adalah musuh utama pembangunan. Tanpa komitmen yang serius, sulit bagi Jakarta untuk maju,” tambahnya.
Ketua Umum KERABAT, Matadi alias Adong, menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Peran aktif masyarakat sangat diperlukan untuk mengawasi dan menjadi jembatan bagi aparat penegak hukum.
“Di Indonesia, korupsi oleh pejabat publik masih merajalela. Uang rakyat yang seharusnya untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur justru dirampas oleh para koruptor,” ujar Matadi.
Ia menyoroti Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang terus menurun. Pada 2024, skor IPK Indonesia hanya 34 dari skala 100, setara dengan tahun 2014. Penurunan ini disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum terhadap korupsi di sistem politik serta maraknya suap dalam perizinan ekspor-impor.
“Tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah. Gerakan antikorupsi harus digaungkan ke berbagai elemen masyarakat—anak muda, mahasiswa, organisasi sipil, dan jurnalis—agar mereka turut mengedukasi dan mengawal kebijakan pemerintah,” tegasnya.
Melalui #GerakanBersih-BersihJakarta, masyarakat diharapkan dapat ikut serta dalam memantau kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dinas-dinas, hingga BUMD. Fokus utama gerakan ini adalah edukasi masyarakat tentang pentingnya pengawasan dan pemberantasan korupsi.
“Kami akan memantau proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Jakarta. Edukasi kepada anak muda sangat penting, karena mereka memiliki peran krusial dalam menciptakan Indonesia yang bebas korupsi pada 2045,” jelas Matadi.
Gerakan ini bukan tanpa tantangan. Matadi menegaskan bahwa upaya pemberantasan korupsi akan menghadapi perlawanan dari pihak-pihak yang merasa terganggu dengan pembersihan di lingkungan Pemprov Jakarta.
“Bangsa ini belum sepenuhnya merdeka selama korupsi masih terjadi. Rakyat Indonesia masih terjajah oleh para koruptor,” kata Matadi.
Menurutnya, reformasi birokrasi tidak cukup hanya dengan menanamkan nilai integritas di pendidikan. Harus ada pembenahan tata kelola pemerintahan dan perbaikan karakter aparatur negara secara menyeluruh.
Kini, bola panas ada di tangan Gubernur Pramono Anung. Apakah ia akan benar-benar menjalankan perang melawan korupsi hingga ke akarnya? Atau, seperti gubernur-gubernur sebelumnya, justru akan tersandera oleh kepentingan tertentu dan berakhir tanpa hasil?
Masyarakat Jakarta menunggu jawabannya.