korban bergetar Matanya berkaca-kaca, suaranya penuh luka. Ia sudah menunggu berbulan-, namun keadilan yang diharapkan tak kunjung tiba. Sejak melaporkan pelecehan seksual yang menimpanya pada 4 Januari , ia hanya bisa bertahan dengan luka batin yang semakin dalam.

ini menyeret seorang berinisial BT sebagai terlapor. Namun, hingga kini, proses masih berjalan lambat. Kuasa korban, , tak bisa menyembunyikan kekecewaannya terhadap penanganan yang dinilai berlarut-larut.

“Korban sudah begitu lelah. Mentalnya semakin hancur. Melihat pelaku masih bebas berkeliaran tanpa rasa bersalah, itu menyakitkan. Berapa lama lagi dia harus menunggu kepastian ? Apakah dia harus mengakhiri hidupnya dulu baru semuanya mulai bergerak?” ujar Ade dengan nada geram, Senin (17/3/25).

Sejak itu masuk, Wings Amerta telah memberikan hasil pemeriksaan psikiater korban. Namun, hingga saat ini, penyidik belum juga melakukan interogasi langsung terhadap yang menangani korban. Dalih administratif dan pengaturan terus menjadi alasan, seolah keadilan bisa menunggu.

“Sekarang sudah dekat , Nyepi. Apakah ini harus tertunda lagi hanya karena alasan ? Kami mohon ada percepatan proses. Korban sudah cukup menderita,” tambah Ade.

Dalam kondisi yang kian rapuh, korban merasa keadilan seolah menjauh darinya. , ia harus menghadapi kenyataan pahit: pelaku masih bebas, sementara dirinya terus hidup dalam bayang-bayang trauma.

“Hari-hari saya sudah hancur. saya remuk. Kapan ini akan selesai?” kata korban dengan tercekat.

Tak hanya pasrah, korban sudah berusaha mencari keadilan ke berbagai lembaga, termasuk dan . Namun, hasil yang diharapkan tak kunjung datang.

“Kami sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak, tapi responsnya masih sebatas tanggapan. Tidak ada tindakan konkret. Jangan sampai korban semakin terpuruk, lalu semuanya baru bergerak saat sudah terlambat,” ujar Ade dengan nada prihatin.

ini menjadi ujian bagi di . Apakah keadilan hanya milik mereka yang kuat? Apakah korban harus menunggu hingga titik kehancuran total baru keadilan datang menghampiri?

“Kami penyidik untuk segera bertindak. Jangan biarkan korban semakin tersiksa tanpa kepastian ,” tegas Ade.

Korban hanya ingin satu hal: keadilan. Bukan sekadar janji, bukan sekadar simpati. Hanya keadilan yang nyata, yang bisa menyelamatkannya dari luka yang semakin dalam.