JakartaInside.Com–Liga Korupsi Indonesia belakangan ini semakin populer di kalangan masyarakat, khususnya di media sosial. Ungkapan tersebut digunakan secara satir untuk menggambarkan banyaknya kasus korupsi yang terungkap, sekaligus mengkritik tingginya angka penyelewengan keuangan negara oleh para pejabat.
Pemilihan istilah “liga” berkaitan dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang gemar mengikuti klasemen kompetisi olahraga, seperti liga sepak bola. Fenomena ini kemudian menginspirasi munculnya ide membuat semacam klasemen kasus korupsi terbesar, disusun berdasarkan besaran kerugian negara yang ditimbulkan.
Berikut adalah lima besar Klasemen Liga Korupsi Indonesia 2025, yang merangkum sederet kasus megakorupsi dengan nilai kerugian negara yang sangat signifikan.
1. Kasus Korupsi PT Pertamina: Potensi Kerugian Negara Mencapai Hampir 1 Kuadriliun Rupiah
Posisi teratas ditempati oleh kasus dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga, yang melibatkan tata kelola minyak mentah dan produk kilang selama periode 2018 hingga 2023. Kejaksaan Agung mencatat bahwa kerugian negara pada tahun 2023 saja diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun. Jika pola dugaan korupsi tersebut berlangsung secara konsisten sejak 2018, potensi total kerugian negara dapat mencapai Rp968,5 triliun, mendekati angka 1 kuadriliun.
Kejaksaan Agung udah menetapkan sembilan tersangka, termasuk enam petinggi dari anak usaha Pertamina. Kasusnya sampai sekarang masih terus dikembangkan.
2. PT Timah: Timah-Timah Jadi Tambang Duit Haram
Di posisi runner-up ada PT Timah Tbk. Kasus korupsi di sini soal tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah dari 2015-2022. Total kerugian negara diperkirakan Rp300 triliun! Nggak main-main, Kejaksaan Agung bareng BPK sudah menetapkan 16 tersangka, termasuk para petinggi PT Timah.
3. BLBI: Utang 90-an yang Masih Nganggur
Kasus BLBI masih bertengger di papan atas. Skemanya, waktu krisis moneter 1997, Bank Indonesia ngucurin dana talangan Rp147,7 triliun buat nyelametin 48 bank. Masalahnya, duitnya nggak balik-balik sampai sekarang. Negara akhirnya tekor Rp138,44 triliun, dan penagihan masih terus berlanjut—kayak ngejar utang temen yang pura-pura lupa.