Kemudian saat penyampaian keterangan tertulis pada 31 Oktober 2024, Poltracking Indonesia
juga tidak melampirkan raw data asli 2.000 sample seperti yang dimintakan dalam dalam
pemeriksaan pertama.
Selanjutnya dalam pemeriksaan kedua, 2 November 2024, Dewan Etik PERSEPI kembali menanyakan tentang dataset asli yang digunakan dalam rilis survei.
Namun lagi-lagi Poltracking Indonesia juga belum bisa menjelaskan dan menunjukkan data asli raw data 2.000 sample karena beralasan data tersebut telah dihapus dari server.
Kemudian, pada 3 November 2024 sekira pukul 10.50 WIB, Dewan Etik PERSEPI menerima raw data dari Poltracking Indonesia yang mengaku telah berhasil memulihkan data dari server dengan bantuan tim IT dan mitra vendor.
Setelah menerima data dari Poltracking, Dewan Etik PERSEPI lalu membandingkan dua data dari Poltracking dan ditemukan banyaknya perbedaan antara data awal yang diterima sebelum pemeriksaan dan data terakhir yang diterima pada 3 November 2024.
“Adanya dua dataset yang berbeda membuat Dewan Etik PERSEPI tidak memiliki cukup bukti untuk memutuskan bahwa pelaksanaan survei Poltracking Indonesia telah memenuhi SOP,” sebut Dewan Etik PERSEPI.
Dalam pemeriksaan, Poltracking Indonesia juga tidak berhasil menjelaskan ketidaksesuaian
antara jumlah sampel valid sebesar 1.652 data sampel yang ditunjukkan saat pemeriksaan dengan 2.000 data sampel seperti yang telah dirilis ke publik.
“Tidak adanya penjelasan yang memadai membuat Dewan Etik tidak bisa menilai kesahihan data,” tegas Dewan Etik PERSEPI.
Ketidakmampuan Poltracking menunjukkan data-data itu membuat Dewan Etik PERSEPI memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia.
“Ke depan Poltracking tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. Kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota PERSEPI. Keputusan dibuat dan ditandatangani oleh ketua dan anggota Dewan Etik PERSEPI, Jakarta, 4 November 2024,” Demikian Keputusan Dewan Etik PERSEPI.
Sebelumnya, kedua lembaga tersebut adalah anggota PERSEPI yang telah merilis tingkat elektabilitas tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang hasilnya menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik, dengan waktu pengumpulan data yang sama.
Periode pengumpulan data Lembaga Survei Indonesia dilakukan pada 10-17 Oktober 2024, dan Poltracking Indonesia pada 10-16 Oktober 2024.
Tujuan penyelidikan untuk mengetahui kenapa terjadi perbedaan hasil survei di antara kedua lembaga, dan mengidentifikasi apakah terjadi kesalahan dan pelanggaran dalam proses pelaksanaan survei hingga publikasi hasil survei.
Pertanyaan ini muncul di media masa secara luas, dan perlu mendapatkan jawaban untuk menjaga integritas lembaga survei dan hak publik untuk mendapatkan informasi publik yang benar
dan dipercaya menurut Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) dan etika survei opini publik.
SOP survei opini publik bersandar pada etika kegiatan ilmiah sebagai berikut, yaitu pelaksanaan survei tidak boleh mencederai hak asasi manusia yang tak terbatas hanya pada kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan untuk tidak berpendapat, dan kebebasan untuk menolak menjadi narasumber (responden).
Survei opini publik wajib bersandar pada pengukuran dan metodologi ilmiah yang menjadi pegangan dalam setiap survei yang reliable dan valid, tidak bias, sebagaimana standar dalam penelitian ilmiah.
Dari sisi metodologi, sampel harus mewakili populasi dengan tingkat kesalahan dan tingkat kepercayaan yang bisa ditoleransi.
Untuk itu berbagai teknik digunakan dengan mempertimbangkan unsur representasi dan efisiensi.
Dalam praktik survei yang melibatkan populasi besar dan kompleks digunakan multistage random sampling.
Proses emeriksaan terhadap kedua lembaga menggunakan parameter dan ukuran yang sama.
Pemeriksaan pada Lembaga Survei Indonesia dilakukan pada Senin, 28 Oktober 2024.
Sementara pemeriksaan Poltracking Indonesia dilakukan pada hari berikutnya yaitu pada Selasa, 29 Oktober 2024.