Kemudian saat penyampaian keterangan tertulis pada 31 Oktober , Indonesia
juga tidak melampirkan raw data asli 2.000 sample seperti yang dimintakan dalam dalam
pemeriksaan pertama.

Selanjutnya dalam pemeriksaan kedua, 2 November , Dewan Etik kembali menanyakan tentang dataset asli yang digunakan dalam rilis survei.

Namun lagi-lagi Indonesia juga belum bisa menjelaskan dan menunjukkan data asli raw data 2.000 sample karena beralasan data tersebut telah dihapus dari server.

Kemudian, pada 3 November sekira pukul 10.50 WIB, Dewan Etik menerima raw data dari Indonesia yang mengaku telah berhasil memulihkan data dari server dengan bantuan tim dan mitra vendor.

Setelah menerima data dari , Dewan Etik lalu membandingkan dua data dari dan ditemukan banyaknya perbedaan antara data awal yang diterima sebelum pemeriksaan dan data terakhir yang diterima pada 3 November .

“Adanya dua dataset yang berbeda membuat Dewan Etik tidak memiliki cukup bukti untuk memutuskan bahwa pelaksanaan survei Indonesia telah memenuhi SOP,” sebut Dewan Etik .

Dalam pemeriksaan, Indonesia juga tidak berhasil menjelaskan ketidaksesuaian
antara jumlah sampel valid sebesar 1.652 data sampel yang ditunjukkan saat pemeriksaan dengan 2.000 data sampel seperti yang telah dirilis ke .

“Tidak adanya penjelasan yang memadai membuat Dewan Etik tidak bisa menilai kesahihan data,” tegas Dewan Etik .

Ketidakmampuan menunjukkan data-data itu membuat Dewan Etik memberikan sanksi kepada Indonesia.

“Ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. Kecuali bila Indonesia tidak lagi menjadi anggota . Keputusan dibuat dan ditandatangani oleh ketua dan Etik , , 4 November ,” Demikian Keputusan Dewan Etik .

Sebelumnya, kedua lembaga tersebut adalah anggota yang telah merilis tingkat elektabilitas tiga pasangan calon dan wakil DKI yang hasilnya menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik, dengan pengumpulan data yang sama.

Periode pengumpulan data Lembaga Survei Indonesia dilakukan pada 10-17 Oktober , dan Poltracking Indonesia pada 10-16 Oktober .

penyelidikan untuk mengetahui kenapa terjadi perbedaan hasil survei di antara kedua lembaga, dan mengidentifikasi apakah terjadi kesalahan dan pelanggaran dalam proses pelaksanaan survei hingga publikasi hasil survei.

Pertanyaan ini muncul di media masa secara luas, dan perlu mendapatkan untuk menjaga integritas lembaga survei dan hak untuk mendapatkan informasi yang benar
dan dipercaya menurut Standar Operasional Pelaksanaan (SOP) dan etika survei .

SOP survei bersandar pada etika kegiatan ilmiah sebagai berikut, yaitu pelaksanaan survei tidak boleh mencederai yang tak terbatas hanya pada kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan untuk tidak berpendapat, dan kebebasan untuk menolak menjadi narasumber (responden).

Survei wajib bersandar pada pengukuran dan metodologi ilmiah yang menjadi pegangan dalam setiap survei yang reliable dan valid, tidak bias, sebagaimana standar dalam penelitian ilmiah.

Dari sisi metodologi, sampel harus mewakili populasi dengan tingkat kesalahan dan tingkat kepercayaan yang bisa ditoleransi.

Untuk itu berbagai teknik digunakan dengan mempertimbangkan unsur representasi dan efisiensi.

Dalam praktik survei yang melibatkan populasi besar dan kompleks digunakan multistage random sampling.

Proses emeriksaan terhadap kedua lembaga menggunakan parameter dan ukuran yang sama.

Pemeriksaan pada Lembaga Survei Indonesia dilakukan pada Senin, 28 Oktober .

Sementara pemeriksaan Poltracking Indonesia dilakukan pada hari berikutnya yaitu pada Selasa, 29 Oktober .