JakartaInsideCom – Pada 4 November 2024, KPU Provinsi Papua Barat Daya (PBD) melalui Surat Keputusan KPU PBD Nomor 105 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Keputusan KPU Nomor 78 Tahun 2024 Tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur PBD Tahun 2024 mendiskualifikasi / mencoret Pasangan Abdul Faris Umlati-Petrus Kasihiw dari pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Sontak saja, keputusan tiba-tiba yang diambil KPU Provinsi Papua Barat Daya itu viral sehingga mengundang berbagai kritik dan pertanyaan mengingat hari pencoblosan tinggal 3 minggu lagi.
Guna memperjuangkan nasibnya yang dicoret secara sewenang-wenang tersebut, Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi PBD Tahun 2024 yang mendapat Nomor Urut 01 itu melalui tim advokasi Badan Hukum dan Pengamanan Partai (BHPP) DPP Partai Demokrat hari ini bersama tim advokat Dr. Heru Widodo, SH., M.Hum bersama rekan-rekan mengajukan Permohonan (gugatan) ke Mahkamah Agung (MA).
Kuasa Hukum Calon Gubernur dan Wakil Gubernur PBD Tahun 2024, Abdul Faris Umlati-Petrus Kasihiw dari BHPP DPP Partai Demokrat, Dr. Muhajir, SH., MH., menjelaskan, pihaknya menyayangkan keputusan KPU Provinsi PBD yang mencoret kliennya hanya berdasarkan rekomendasi Bawaslu yang dalam prosesnya tidak sesuai dengan Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2020.
‘’Pada Pasal 23 ayat (1) dan (2) Perbawaslu 8/2020, Pengawas Pemilihan memutuskan menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti Laporan atau Temuan paling lama 3 (tiga) Hari terhitung setelah Laporan atau Temuan diregistrasi dan dinyatakan diterima.”
“Dugaan pelanggaran administrasi ditetapkan tanggal 13 Oktober 2024, namun rekomendasi baru keluar pada tanggal 28 September 2024, dengan demikian terbukti rekomendasi Bawaslu Provinsi Nomor 554 telah melewati tenggang waktu,” kata Muhajir dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 6 November 2024.
Bahwa dalam hal pemeriksaan di Bawaslu Provinsi PBD sebelumnya, ucap Muhajir, pihaknya menyayangkan Bawaslu Provinsi PBD yang tidak memberikan kesempatan yang layak dan cukup kepada kliennya untuk membela diri atau mengajukan bukti yang valid.
‘’Bahwa dalam pemeriksaan pelanggaran Pasal 71 ayat (2) dan ayat (5) UU 10/2016, Bawaslu Provinsi tidak memberikan kesempatan yang cukup kepada Terlapor, incasu Calon Gubernur untuk membela diri dan mengajukan tegen bewijsde atau bukti lawan, termasuk tidak memberi kesempatan kepada Terlapor untuk menghadirkan Ahli untuk didengar keterangan ahlinya atau dibuatkan berita acara pemeriksaan,” ujarnya.
Terkait Abdul Faris Umlati sebagai Bupati Raja Ampat yang menunjuk Agustinus Weju sebagai Plt Kepala Distrik Waigeo Utara menggantikan Mathius Aitem pada 17 September 2024 dan menetapkan Mathius N Louw sebagai Plt Kepala Kampung Kabilol Distrik Tiplol Mayalibit menggantikan Yohanis Kabeth pada 2 Agustus 2024 yang jadi dasar temuan Bawaslu Provinsi PBD, jelas Muhajir, pihaknya menjelaskan bahwa pejabat yang diganti tidak termasuk kategori sebagai pejabat yang dilarang dalam penggantian.
‘’Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor; 100.2.1.3/1575/SJ Perihal Kewenangan Kepala Daerah pada Daerah Yang Melaksanakan Pilkada Dalam Aspek Kepegawaian yang ditujukan kepada Gubernur/Pj. Gubernur, Bupati/Walikota/PjBupati/Walikota di seluruh Indonesia, Kepala Distrik dan Kepala Kampung tidak masuk dalam kriteria yang memerlukan persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri sehingga yang dilakukan Abdul Faris Umlati tidak patut disebut sebagai pelanggaran Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Dan Abdul Faris ini bupati yang nyalon Gubernur, jadi tidak dapat disebut petahana,” pungkasnya.
Jadi Perhatian AHY