Warna abu-abu adalah perpaduan antara putih dan hitam, mencerminkan ketidakpastian, ambiguitas, serta dilema dalam menentukan .

Secara etimologis, kata abu-abu dalam berasal dari kata abu, yang merujuk pada sisa pembakaran yang tidak lagi berwarna hitam pekat, tetapi juga belum menjadi putih bersih.

Banyak menghubungkan abu-abu dengan sesuatu yang tidak mutlak baik atau buruk—simbol dari ketidakpastian dan skeptisisme terhadap realitas.

Orang-orang yang berada dalam perspektif abu-abu tidak serta-merta optimis seperti putih, tetapi juga tidak sepenuhnya pesimis seperti hitam.

Mereka menyadari bahwa situasi di tidak pernah sederhana. Mereka melihat ada niat baik dalam beberapa , tetapi juga mengakui adanya kepentingan tersembunyi.

Dalam , mereka mungkin tidak langsung mengambil tegas. Alih-alih hanya mengecam atau berharap, mereka mempertanyakan berbagai yang lebih kompleks:

  • Apakah ini benar-benar akan diselesaikan atau hanya menjadi bagian dari siklus yang terus berulang?
  • Sejauh mana benar-benar peduli dan akan mengawal ini hingga tuntas?
  • Bagaimana peran media dalam membingkai pemberitaan ini? Apakah ada agenda tertentu?
  • Apakah bisa diberantas hanya dengan perbaikan , atau ini sudah menjadi yang sulit dihilangkan?

Kelompok ini memahami bahwa realitas tidak sesederhana hitam dan putih. Mereka cenderung melihat berbagai sisi sebelum mengambil kesimpulan.

Di Mana Posisi Kita?

Setiap orang punya caranya sendiri dalam melihat . Sebagian orang tetap optimis bahwa negeri ini bisa berubah ke arah yang lebih baik.

Namun, ada juga yang pesimis, meyakini bahwa dan ketidakadilan adalah sesuatu yang tak terhindarkan.

Sementara itu, sebagian lainnya memilih berada di tengah—menyadari permasalahan yang ada, tetapi tetap berusaha memahami serta meresponsnya secara kritis.

Bagaimanapun kita memandang negeri ini, satu hal yang pasti: tidak datang hanya dengan berpihak pada salah satu warna.

hanya bisa bergerak ke arah yang lebih baik jika berpikir jernih, peka terhadap realitas, dan mengambil tindakan nyata.

Jadi, di antara putih, hitam, dan abu-abu, di mana posisi kita?

*) Dwiantono Aninditya Asrun, penulis adalah IULI