Warna abu-abu adalah perpaduan antara putih dan hitam, mencerminkan ketidakpastian, ambiguitas, serta dilema dalam menentukan sikap.
Secara etimologis, kata abu-abu dalam bahasa Indonesia berasal dari kata abu, yang merujuk pada sisa pembakaran yang tidak lagi berwarna hitam pekat, tetapi juga belum menjadi putih bersih.
Banyak budaya menghubungkan abu-abu dengan sesuatu yang tidak mutlak baik atau buruk—simbol dari ketidakpastian dan skeptisisme terhadap realitas.
Orang-orang yang berada dalam perspektif abu-abu tidak serta-merta optimis seperti putih, tetapi juga tidak sepenuhnya pesimis seperti hitam.
Mereka menyadari bahwa situasi di Indonesia tidak pernah sederhana. Mereka melihat ada niat baik dalam beberapa kebijakan pemerintah, tetapi juga mengakui adanya kepentingan tersembunyi.
Dalam kasus korupsi Pertamina, mereka mungkin tidak langsung mengambil sikap tegas. Alih-alih hanya mengecam atau berharap, mereka mempertanyakan berbagai aspek yang lebih kompleks:
- Apakah kasus ini benar-benar akan diselesaikan atau hanya menjadi bagian dari siklus yang terus berulang?
- Sejauh mana masyarakat benar-benar peduli dan akan mengawal kasus ini hingga tuntas?
- Bagaimana peran media dalam membingkai pemberitaan ini? Apakah ada agenda tertentu?
- Apakah korupsi bisa diberantas hanya dengan perbaikan sistem, atau ini sudah menjadi masalah budaya yang sulit dihilangkan?
Kelompok ini memahami bahwa realitas tidak sesederhana hitam dan putih. Mereka cenderung melihat berbagai sisi sebelum mengambil kesimpulan.
Di Mana Posisi Kita?
Setiap orang punya caranya sendiri dalam melihat Indonesia. Sebagian orang tetap optimis bahwa negeri ini bisa berubah ke arah yang lebih baik.
Namun, ada juga yang pesimis, meyakini bahwa korupsi dan ketidakadilan adalah sesuatu yang tak terhindarkan.
Sementara itu, sebagian lainnya memilih berada di tengah—menyadari permasalahan yang ada, tetapi tetap berusaha memahami serta meresponsnya secara kritis.
Bagaimanapun kita memandang negeri ini, satu hal yang pasti: perubahan tidak datang hanya dengan berpihak pada salah satu warna.
Indonesia hanya bisa bergerak ke arah yang lebih baik jika masyarakat berpikir jernih, peka terhadap realitas, dan mengambil tindakan nyata.
Jadi, di antara putih, hitam, dan abu-abu, di mana posisi kita?
*) Dwiantono Aninditya Asrun, penulis adalah mahasiswa IULI