JakartaInsideCom–Di era ketika politik dikemas seefisien konten promosi, satu video berdurasi enam menit dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah menjadi pangkal perbincangan serius soal masa depan Indonesia. Video itu berjudul Generasi Muda, Bonus Demografi dan Masa Depan Indonesia dan dirilis pada 19 April 2025.
Memakai latar musik yang diracik rapi, potongan gambar Timnas U-17, dan kilasan film Jumbo, Gibran menyampaikan narasi optimistis tentang anak muda dan masa depan bangsa.
Ia berbicara tentang peluang demografis, tentang peran generasi muda, dan tentang Indonesia sebagai negara yang sedang menuju puncak sejarahnya.
Namun, seperti yang sering terjadi dalam lanskap digital hari ini, respon publik tak bisa dikendalikan hanya dengan narasi yang ditata apik. Kolom komentar justru dipenuhi kritik tajam—bukan semata pada substansi, tapi pada cara penyampaiannya.
Banyak yang menganggap video tersebut tak lebih dari upaya pencitraan, menunggangi tren viral dan jargon demografi untuk memperkuat legitimasi politik.
Kritik itu menemukan ekspresinya yang paling terang dalam bentuk video tandingan berdurasi 16 menit 43 detik dari Ferry Irwandi, pendiri Malaka Project.
Video itu muncul di kanal YouTube pribadinya, dengan judul dan thumbnail yang nyaris menyerupai versi Gibran, “seolah” mengajak publik membandingkan langsung.
Dengan sajian tanpa musik, tanpa teks dramatis, tanpa cut-scene yang halus, Ferry berdiri sendiri di depan kamera.
“Kita nggak usah pakai prompter. Bicara aja,” katanya dalam pembukaan video, menciptakan atmosfer yang “seolah” kontras dengan produksi vidio Gibran yang canggih.
Ferry mengkritik cara negara membebankan tanggung jawab pembangunan kepada anak muda, tanpa memastikan bahwa negara sendiri telah membuka akses dan kesiapan struktural.
“Kalau anak muda kunci, kenapa negara tidak buka pintu?” tanya Ferry.