JakartaInside.Com–Pengamat politik Rocky Gerung ikut menanggapi pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan delapan konglomerat di Istana Negara pada Kamis (6/3/2025). Menurutnya, pertemuan ini bisa dibaca sebagai respons terhadap situasi krisis.
“Pertemuan itu bisa dilihat sebagai tanda adanya tukar tambah politik. Selain itu, para ekonom juga punya banyak riset tentang daya beli kelas menengah yang menurun. Secara sosiologis, hal ini bisa menjadi tekanan politik bagi Prabowo dalam 100-200 hari pertama pemerintahannya,” kata Rocky, dikutip dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Sabtu (8/3).
Rocky juga menyinggung bahwa pemerintah tampaknya kekurangan dana untuk menjalankan program–program andalannya.
“Dari sisi mencerdaskan bangsa dan membantu rakyat miskin, pertemuan ini mungkin terlihat baik. Tapi di sisi lain, pemerintah juga sedang menghadapi krisis kepercayaan akibat maraknya berita korupsi dan efek dari kebijakan presiden sebelumnya,” tambahnya.
Menurutnya, pertemuan antara presiden dan konglomerat bukan hal baru.
“Dalam sejarah, pada 1996, Presiden Soeharto juga pernah mengundang sekitar 20 konglomerat atau kelompok Prasetya Mulya untuk meminta bantuan ekonomi,” katanya.
Seperti diketahui, pertemuan yang digelar di Istana Kepresidenan Jakarta itu dihadiri oleh delapan pengusaha besar, yakni Anthony Salim, Sugianto Kusuma, Prajogo Pangestu, Boy Thohir, Franky Widjaja, Dato Sri Tahir, James Riady, dan Tomy Winata.
Berdasarkan keterangan Sekretariat Kabinet di Instagram, Prabowo berdiskusi tentang berbagai isu nasional dan global, termasuk program–program unggulan pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis, infrastruktur, industri tekstil, swasembada pangan dan energi, industrialisasi, hingga Badan Pengelola Investasi Danantara.