JakartaInside.Com–Pernyataan Deddy Corbuzier soal aksi Koalisi Masyarakat Sipil yang menerobos rapat Panitia Kerja (Panja) revisi RUU TNI menuai polemik.
Banyak pihak menilai Deddy, yang kini menjabat Staf Khusus Menteri Pertahanan, terlalu sepihak dan tidak memahami konteks sejarah reformasi militer di Indonesia secara utuh.
Dalam video yang diunggah di akun Instagram resminya @dc.kemhan, Senin (17/3), Deddy menyebut aksi Koalisi yang mendatangi rapat Panja di Hotel Fairmont itu sebagai tindakan ilegal.
Menurutnya, “Mengganggu jalannya rapat yang berlangsung secara konstitusional dan resmi, yang mengarah kepada kekerasan, bukanlah kritik membangun, melainkan tindakan ilegal yang melanggar hukum. Ini gak boleh terulang lagi.”
Pernyataan itu langsung jadi bahan kritik warganet. Banyak yang menilai Deddy kini hanya jadi corong pemerintah dan gak lagi kritis seperti dulu.
Tak cuma warganet, kritik juga datang dari para pakar dan tokoh publik. Prof. Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia, menyebut Deddy gak melihat persoalan secara komprehensif.
“Saya kira Letnan Kolonel Tituler Deddy Corbuzier mungkin gak memahami sepenuhnya sejarah reformasi militer kita, apalagi soal 1998 atau pascareformasi 2024. Ya wajar, mungkin waktu itu dia lebih fokus main sulap,” ujar Prof. Zainal dikutip dari kanal YouTube Bambang Widjojanto, Kamis (20/3/2025).
Prof. Zainal juga menegaskan bahwa aksi masyarakat sipil masuk ke ruang rapat Panja justru sah secara hukum, merujuk pada Pasal 96 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Aspirasi dan partisipasi publik itu harus ada di semua tahapan. Masuk ruang rapat itu sah sebagai bentuk partisipasi,” jelasnya.